Aku Dan Sisi Gelapku

Sejak seratus tahun yang lalu aku menetap di sini. Sebuah kawasan perumahan mewah nan megah di Bogor. Hey kuralat, rumah yang kutinggali lebih populer disebut Vila. Dan aku, sejujurnya aku hanya penjaganya, penjaga yang sudah menetap jauh sebelum vila ini di bangun. Kadang aku tampak, kadang aku tak tampak. Ciri-ciriku : jubah hitam dengan ukuran over-size, yap! Ini pakaianku selama seratus tahun terakhir. Aku membawa cangkul, tentu saja tajam, karena kujilati dan kuasah tiap satu jam sekali. Kunamakan “Cangkul bertuah, pemangsa darah.” Sungguh nama cangkul berdarah hanya dramatisasi agar terdengar mencekam.

Apa kau anggap aku menyeramkan? Tentu saja tidak bukan?

Begini, ukuran tubuhku kecil, bahkan tak lebih tinggi dari balita. Entahlah, berapa centi, aku tak pernah mengukur panjang tubuhku.

Apa kau bisa mengenali siapa aku? Aroma tubuhku sangat khas, bau apak, tengik sejurus menyeruak membuat nafasmu sesak ketika aku bergerak sedikit saja. Aku yakin itu, karena aku tak suka mandi. Seringnya aku hanya berdiam diri, duduk dengan kaki menjuntai di salah satu cabang atas pohon beringin besar, persis seperti malam ini.

Aku memang benci kebersihan, tapi aku tak suka area penjagaanku ‘dikotori’.

Tugasku di sini hanya mengawasi orang-orang yang berkunjung. Aku tak butuh dibayar.

Aku baik. Aku tak suka menganggu, bahkan sekadar usil.

Tapi…

“Siapa di situ?” tanyaku

Tak ada jawaban. Samar hanya terdengar jeritan.

“Siapa di situ? Apa kau baik-baik saja?” tanyaku memastikan sekali lagi.

Tetap sama tak ada yang menjawabiku. Samar terdengar suara lelaki terbahak dan mendesah “Ahhhhh” panjang.

Kudekati semak belukar yang sedari tadi bergerak mencurigakan. Benar saja, dibalik sana ada seorang pasangan muda-mudi berbuat janggal : saling menggesekkan alat kelamin satu sama lain hanya dengan berasalkan tikar dan bantal-bantal, mendesahkan nafas vulgar tersengal-sengal.

Sejurus, bayangan gelap mendekat, kepulan asap berjelaga mengiritasi mata. Aku tak bisa melihat apa-apa. Aku berteriak, sembari membabi buta mengayunkan cangkul yang kupegang. Entahlah, serasa dikendalikan. Melaju pontang-panting tak tentu arah, “Aaaaak, aaaak,” gerakanku masih membabi buta. Sekian menit berlalu, mataku pulih, kulihat sepasang mayat bersimbah darah, tergeletak di sekitarku, kepala keduanya terpisah. Aku pingsan.

***

image

Aku terbangun, namun aku merasakan diriku yang lain, aku seratus kali lebih berani, dalam batinku ada gejolak lain.

Aku tak suka tempatku dikotori, karena itu akan membuat tubuhku bereaksi di luar kendali: kukuliti kedua mayat tadi. Sesekali, aku mengikik terpingkal, berteriak bangga, “Akulah sang penjagal lapar, malam ini aku untung besar.”

14 Komentar

  1. jampang berkata:

    wah ada adegan sensor 😛

    1. junioranger berkata:

      Udah lulus sensor 😛

      1. jampang berkata:

        di tempat saya juga ada adegan itu….

        cuma ya….dikiaskan aja 😀

      2. junioranger berkata:

        Hahaha. Saya ngga bisa pake definisi yg lebih sopan. *oke meluncur ke tkp ah 😉

  2. rizki wulandari berkata:

    Ngakak tiap baca kata ‘cangkul’, haha. Tapi, mengabaikan adegan vulgar-nya, aku penasaran, dia ini makhluk apa ya?

    1. junioranger berkata:

      Iya yah definisinya bertele-tele dan gagal menjelaskan si aku ini makhluk apa. Hehe. Terimakasih atas apresiasinya 😉

  3. Orin berkata:

    Wahhh…ada adegan kategori dewasa hihihih

  4. Attar Arya berkata:

    umumnya, jika terdengar suara kerosak dari -katakanlah- balik semak, yang akan bersuara dan bertanya adalah manusia, dan bukannya ‘makhluk’ lain. sebagai makhluk halus, semestinya ‘aku’ bisa mengetahui siapa orang yang ‘membuat berisik’ dari balik semak, kan?

    😉

    1. junioranger berkata:

      Hehehe. Secara logika sih harusnya gitu. Tapi niatnya mau ngebalik logika biar ga mainstream, tp sepertinya aku gagal ya. Mau ngasih sentuhan lucu juga ga dapet. Terimakasih bang Riga atas apresiasinya 🙂

  5. Efi Fitriyyah berkata:

    jadi si aku ini siapa ya? *loading*

    1. junioranger berkata:

      Aku adalah yang di gambar. Hehe maap kurang baik narasinya 🙂

  6. justjustomat berkata:

    Waah…Kak Jun kalimatnya tambah keren! Udah lama gak baca. Etapi itu makhluk apa? Sejenis kurcaci kah??

    1. junioranger berkata:

      Hehe iya begitulah maksudku. Tp penyampaiannya tak berhasil sepertinya. Iya justomat kemana saja? *sokakrab* 🙂

Tinggalkan Balasan ke justjustomat Batalkan balasan