Sudah Terantuk Baru Tengadah

Foto:@julialillardart

​”Kalau kau ingin pulang, pulanglah

“Terserah kau. Tapi jangan harap aku akan menjemputmu

“Dari dulu kau memang istri keras kepala. Tak pernah mau nurut apa kataku. Suamimu.”
Tut tut tut…

Kuputus telepon istriku begitu saja.

**

Benar saja, keesokan harinya aku mendapat kabar dari ibuku bahwa istriku pulang ke Probo tanpa permisi. “Biarin Bu, suka-suka dia sajalah,” jawabku.

Tentu saja aku sudah muak. Peduli setan dengan istri macam begitu, susah diatur. Tak bisa akur dengan mertuanya, ibuku. Lagipula, sejak sebulan lalu aku diam-diam menjalin hubungan baru. Mila, kukenal dia dari sosial media. Menurut pengakuannya dia pun seorang janda. Setelah bertemu beberapa kali, kini ia tinggal  di kamar kostku.

“Sayang, jadi kapan kita menikah?” 

“Aku usahakan secepatnya,”  kataku.

“Tak perlu kau ceraikan istrimu, Mas, yang penting nikahi aku.

“Nikah siri saja, aku mau,” rengeknya  sambil menggelayut manja, mengusap-usap dadaku.

“Baiklah, besok aku minta bantuan kenalanku dulu,” jawabku.

Dan, begitulah akhirnya aku mengawin siri Mila dengan serampangan tanpa wali.

Secepat aku melupakan Yati istriku, juga kedua anakku. Cukup kujalankan kewajibanku, selebihnya tak sekalipun aku mengabarkan dan mendengar kabar dari mereka. Toh, kini aku tenteram hidup bersama Mila, sampai pada akhir yang tak kuduga…

Setahun kemudian, kurasakan perubahan drastis dari Mila. Kecurigaan-rambanganku. Dia gampang marah. Mencamuk, saat akhir pekan aku lebih memilih lembur. Membanting piring, melempar apa saja yang dijangkau tangannya. Malam puncaknya ketika baru saja kubuka pintu sepulang kerja…

“Kau… kaumasih mengirimi uang untuk anakmu di kampung, kan, Mas?” sambarnya.

“Ya, biar bagaimanapun Joni dan Siti itu darah dagingku, aku berkewajiban menafkahinya.” 

“Tapi kau juga memberikan jatah lebih untuk istrimu itu, kan?

“Tapi…”

“Tapi apa? Kaupilih kasih, Mas. Sisa gajimu baru kau berikan padaku!” Sambil melemparkan buku tabungan, tangis Mila makin membahana.

“Aku juga tahu kau masih berhubungan dengan Andi…” kataku akhirnya meledak.

Seperti terkejut, mata Mila mencelos.

“Akumu dia mantan suamimu? Jelas bukan. Kau penipu. Kalian menipuku. Bersekongkol menguras uangku. Aku baca semua pesanmu. Aku dengar obrolan teleponmu semalam dengan bajingan itu.”
Kalap. Memungut pecahan kaca, Mila mengacungkannya padaku. Kulihat tangannya berdarah demi menggenggam pecahan itu. Mengancam. “Pergi!” teriaknya, “berani kau kembali, aku akan bunuh diri!”

Tak berniat membuat situasinya memburuk, aku pergi, tanpa tahu ke mana arah dan tujuanku.

Menyesali segalanya, sepertinya pun percuma.

Untuk Prompt #135 – Hubungan Sesaat @MondayFF

 

2 Komentar

Tinggalkan Komentar